Perihal: Shalat Fardhu Di Kendaraan
Sifat: Wawasan
Tujuan: Member
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الرَّاحِلَةِ يُسَبِّحُ يُومِئُ بِرَأْسِهِ قِبَلَ أَيِّ وَجْهٍ تَوَجَّهَ وَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ
"Aku melihat Rasulullah ﷺ di atas hewan tunggangannya bertasbih dengan memberi isyarat dengan kepala beliau ke arah mana saja hewan tunggangannya menghadap. Rasulullah ﷺ tidak pernah melakukan seperti ini untuk shalat-shalat wajib". *[Shahih Al-Bukhari no. 1097]*
وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْمَكْتُوبَةَ لَا تَجُوزُ إِلَى غَيْرِ الْقِبْلَةِ وَلَا عَلَى الدَّابَّةِ وَهَذَا مُجْمَعٌ عَلَيْهِ إِلَّا فِي شِدَّةِ الْخَوْفِ
“Di dalamnya terdapat dalil, tidak bolehnya shalat wajib tanpa menghadap qiblat dan tidak boleh pula shalat wajib di atas kendaraan, dan ini perkara yang telah disepakati, kecuali keadaan yang begitu mengkhawatirkan.” *[Syarh Shahih Muslim, 5/211]*
1⃣ Perhitungan kuat bahwa waktu shalat habis sebelum perjalanan berakhir dan jama’ tidak menjadi solusi.
2⃣ Sudah suci alias berwudhu atau bertayammum di kendaraan atau sebelum naik. Tidak sah tayammum kecuali dengan debu (turab) yang nampak. Kalau ada air dan memungkinan berwudhu, maka tidak sah tayammum.
3⃣ Kendaraan tidak bisa dihentikan sejenak guna turun darinya untuk menunaikan shalat wajib di atas tanah atau di masjid/mushalla.
4⃣ Jika berdiri bisa, maka harus dengan berdiri.
5⃣ Mengulangnya (i’adah) setelah selesai perjalanan, menurut madzhab Syafi’i. Menurut madzhab lainnya tak perlu mengulang.
6⃣ Jika karena darurat seperti khawatir tertinggal rombongan/kafilah/konvoi, maka tetap wajib i’adah.