💦💦💦💦💦💦💦💦💦💦💦💦💦💦
🇭🇦🇮🇩 🇷🇦🇯🇮🇳
🇯🇦🇬🇦 🇼🇺🇩🇭🇺
💦💦💦💦💦💦💦💦💦💦💦💦💦💦
#⃣ #broadcastquantumfiqih
No.: KS/11/III/19/QUFI
Topik: 1⃣ _Konsultasi Syariah_
Rubrik: _quantumfiqihibadah_
🇧🇨🇶🇺🇫🇮
Konsultasi Syariah *299 - Haid Rajin Jaga Wudhu*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Pertanyaan_
🍉 mau tanya lagi ustad klo lgi keadaan haid itu boleh gak berwuduk.???
📝 Ditanyakan oleh Ibu *Ima* (+6285259464184) dari Gresik pasa _12 Maret 2019_
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Jawaban_
♻ Disyari’atkan menjaga wudhu’ dalam setiap keadaan. Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
استقيموا و لن تحصوا و اعلموا أن خير أعمالكم الصلاة و لا يحافظ على الوضوء إلا مؤمن
_“Istiqomahlah kalian, walaupun kalian tidak akan mampu melakukannya secara hakiki (namun berusahalah mendekatinya), dan ketahuilah sebaik-baik amalan kalian adalah sholat, dan tidaklah ada yang MENJAGA WUDHU kecuali dia seorang mukmin.”_ *[Shahih Al-Jami’ no. 952]*
🚑 Kapan pun wudhu itu sah, sekalipun sedang haid, tapi tetap tidak boleh shalat, niat wudhunya utk menjaga keistiqamahan, bukan niat untuk menghilangkan hadats kecil ataupun besar sebab wudhu saat haid tidak bermanfaat apa-apa kecuali jika sudah menjadi amalan rutin (mudawamah).
📂 Apalagi jika hendak membaca Al-Quran, namun tetap dilarang menyentuh atau memegang mushaf Al-Quran atau Al-Quran digital. Maka wudhunya, sekalipun masih haidh, adalah niat untuk menghormati Al-Quran. Termasuk pula dzikir, karena kata Nabi, beliau tidak ingin menyebut-nyebut nama Allah dalam keadaan tidak suci. Namun, ini sifatnya hanya anjuran.
📻 Imam An-Nawawi berujar,
أجمع المسلمون على جواز قراءة القرآن للمحدث الحدث الاصغر والأفضل أن يتوضأ لها
“Kaum muslimin telah bersepakat atas bolehnya membaca Al-Quran untuk orang yang tidak suci karena hadats kecil, dan yang lebih utama hendaknya dia berwudhu.” *[Al-Majmu’, 2/163]*
🧼 Orang yang junub sah wudhunya dan hilang pula hadats kecilnya. Haidh tidak sepenuhnya bisa diqiyaskan dengan junub.
📕 Dari Mu’adzah, ia berkata bahwa ada seorang wanita yang berkata kepada ‘Aisyah,
أَتَجْزِى إِحْدَانَا صَلاَتَهَا إِذَا طَهُرَتْ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ كُنَّا نَحِيضُ مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَلاَ يَأْمُرُنَا بِهِ . أَوْ قَالَتْ فَلاَ نَفْعَلُهُ
“Apakah kami perlu mengqodho’ shalat kami ketika suci?” ‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang Haruri? Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqodho’nya. Atau ‘Aisyah berkata, “Kami pun tidak mengqodho’nya.” *[Shahih Al-Bukhari no. 321]*
🎪 Yang jelas orang junub dan belum langsung mandi, maka ia dianjurkan untuk berwudhu terlebih dahulu. Misalnya, sehabis hubungan intim di malam hari, lantas belum sempat mandi, maka disunnahkan berwudhu sebelum tidur.
📜 Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهْوَ جُنُبٌ ، غَسَلَ فَرْجَهُ ، وَتَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa jika dalam keadaan junub dan hendak tidur, beliau mencuci kemaluannya lalu berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” *[Shahih Al-Bukhari, no. 288]*
❤ ‘Aisyah pernah ditanya oleh ‘Abdullah bin Abu Qais mengenai keadaan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,
كَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ فِى الْجَنَابَةِ أَكَانَ يَغْتَسِلُ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ أَمْ يَنَامُ قَبْلَ أَنْ يَغْتَسِلَ قَالَتْ كُلُّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يَفْعَلُ رُبَّمَا اغْتَسَلَ فَنَامَ وَرُبَّمَا تَوَضَّأَ فَنَامَ. قُلْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى جَعَلَ فِى الأَمْرِ سَعَةً.
“Bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika dalam keadaan junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur ataukah tidur sebelum mandi?” ‘Aisyah menjawab, “Semua itu pernah dilakukan oleh beliau. Kadang beliau mandi, lalu tidur. Kadang pula beliau wudhu, barulah tidur.” ‘Abdullah bin Abu Qais berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan segala urusan begitu lapang.” *[Shahih Muslim, no. 307]*
⛺ Wudhu yang dilakukan Nabi dalam keadaan junub ini adalah untuk menghilangkan hadats kecil, sedangkan hadats besar hanya bisa hilang dengan mandi wajib. Begitu pula haidh ataupun nifas, dimandii berapa kalipun, diwudhui sesering apapun, kalau darah masih menetes pada kurun waktunya, ya tidak hilang hadats kecil maupun besarnya.
📗 Al-Hafizh Ibnu Hajar menukil perkataan Ibnu Daqiq Al-‘Id, Imam Asy-Syafi’i menyatakan bahwa anjuran (berwudhu sebelum tidur) tidaklah berlaku pada wanita haidh. Karena meskipun ia mandi, hadatsnya tidak akan hilang (jika masih terus keluar darah). Hal ini berbeda dengan orang junub. Namun jika darah haidh berhenti, namun belum langsung mandi wajib, maka statusnya sama seperti orang junub. *[Fath Al-Bari, 1/395]*
📺 Apakah jawaban atas persoalan ini hanya ini? Yaitu wanita haid tak perlu wudhu sebelum tidur karena tidak ada fungsinya apa-apa. Oh tidak. Kita harus membuka lebih banyak referensi-referensi Islam sebelum kita mengajar publik.
📚 Imam An-Nawawi menyebutkan ada dua pendapat dalam persoalan ini, Pertama,
قال المازري ويجري هذا الخلاف في وضوء الحائض قبل أن تنام فمن علل بالمبيت على طهارة استحبه لها
Al-Maziri mengatakan, “Terdapat perbedaan pendapat tentang wudhunya wanita haid sebelum tidur. Bagi ulama yang memahami bahwa alasannya agar bisa tidur dalam kondisi punya thaharah, maka dia menganjurkan hal itu.”
📘 Kemudian Imam An-Nawawi menyebutkan pendapat ulama madzhab Syafiiyah,
أما أصحابنا فإنهم متفقون على أنه لا يستحب الوضوء للحائض والنفساء لأن الوضوء لا يؤثر في حدثهما فإن كانت الحائض قد انقطعت حيضتها صارت كالجنب
“Para ulama madzhab kami (Syafi’iyah) sepakat bahwa tidak dianjurkan bagi wanita haid atau nifas untuk berwudhu (sebelum tidur) karena wudhunya tidak berdampak pada statusnya, karena ketika darah haidnya sudah berhenti (sedangkan dia belum mandi suci), hukumnya seperti orang junub. *[Syarh Shahih Muslim, 3/218]*
📒 Pendapat Al-Maziri tersebut selaras dengan Ibnu Qudamah yang mengatakan bahwa jika seorang mandi janabah di masa haidhnya maka mandinya itu dianggap sah. Ia menghilangkan hukum junubnya meski tidak menghilangkan hukum haidhnya sampai darahnya berhenti karena salah satu dari kedua hadats tersebut tidaklah bisa menghalangi terangkatnya yang satunya lagi.” *[Al Mughni 2/210]*
📒 Pun demikian, dituturkan lagi oleh Imam An-Nawawi,
فَرْعٌ ) هَذَا الَّذِيْ ذَكَرْنَاهُ مِنْ أَنَّهُ لَا تَصِحُّ طَهَارَةُ حَائِضٍ ، هُوَ فِيْ طَهَارَةٍ لِرَفْعِ حَدَثٍ سَوَاءٌ كَانَتْ وُضُوْءًا أَوْ غُسْلًا ، وَأَمَّا الطَّهَارَةُ الْمَسْنُوْنَةُ لِلنَّظَافَةِ كَالْغُسْلِ لِلْإِحْرَامِ وَالْوُقُوْفِ وَرَمْيِ الْجَمْرَةِ فَمَسْنُوْنَةٌ لِلْحَائِضِ بِلَا خِلَافٍ
“Cabang : Apa yang telah kami tuturkan yaitu bersucinya orang haid tidak sah, itu adalah bersuci dalam menghilangkan hadats, baik wudhu maupun mandi. Adapun bersuci yang sunnah karena untuk kebersihan seperti mandi untuk Ihram, wuquf dan melempar jumrah maka hukumnya sunnah untuk wanita haid tanpa ada khilaf.” *[Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab 2/383, cetakan Maktabah Al Irsyad Jeddah]*
⛺ Pun begitu, wanita haidh yang sedang haji atau umrah, maka mandi ihram yang dilakukan tetap seperti mandi wajib yang memang ada wudhunya, namun niatnya bukan untuk ibadah, bukan untuk bersuci, namun sekadar untuk kebersihan dan tafa”ul.
📒 Diutarakan oleh Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili,
يَغْتَسِلُ تَنَظُّفًا، أَوْ يَتَوَضَّأُ، وَالْغُسْلُ أَفْضَلُ؛ لِأَنَّهُ أَتَّمُّ نَظَافَةً، وَلِأَنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ اِغْتَسَلَ لِإِحْرَامِهِ ، وَهُوَ لِلنَّظَافَةِ لَا لِلطَّهَارَةِ، وَلِذَا تَفْعَلُهُ الْمَرْأَةُ الْحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ
“(Orang yang akan melakukan Ihram agar) mandi untuk kebersihan, atau berwudhu. Mandi lebih utama, karena lebih sempurna kebersihannya, dan karena Nabi ‘alaihishshalaatu wassalaam mandi untuk ihram beliau. Mandi tersebut untuk kebersihan bukan untuk bersuci, oleh karenanya dilakukan oleh wanita haid dan wanita nifas.” *[Al Fiqh Al Islam Wa Adillatuhu 3/503]*
🧶 Begitu Bu Ima jawaban kami. Silakan dibaca dua kali jawaban ini agar tidak gagal paham. Selesai itu, share! Biar banyak wanita muslimah, utamanya yang masih muda-muda, tahu.
📝 Dijawab oleh *H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
📒 🇧🇨🇶🇺🇫🇮 melalui Yayasan Shadaqah Jariyah Quantum Fiqih Ar-Rasyidiyyah (YADARIQUFIYA) membutuhkan bantuan dana infaq untuk keperluan kegiatan program pendidikan, sosial dan dakwah, dan untuk operasional Yayasan.
🚧 Insyaallah, bulan Maret 2019/Rajab 1440 ini, YADARIQUFIYA akan mulai menjalankan program *IKOMAT* (Infaq Konsumsi Jum'at), *AGUNG* (Amal Guru Ngaji); *SEMA* (Shadaqah Energi Masjid); *KAYA* (Kafalah Yatim); *SIM* (Simpati Muallaf); dan *MATANG* (Majelis Taklim Ngopi). Alhamdulillah sudah terkumpul dana dari para donatur, diantaranya *Ibu Indriani dari Jember* dan *Ibu Sumiarsih dari Lamongan* dan beberapa donatur lain.
🎙 Daftarkan diri mendapatkan broadcast whatsapp 🇧🇨🇶🇺🇫🇮 di *+62 821-4088-8638* dengan menyebutkan nama dan kota asal, awali dengan salam.
⚠ Jangan lupa simpan nomor ini dengan nama *KONSULTASI SYARIAH* agar bisa mendapatkan broadcast whatsapp dan tidak terlewat. Karena _jika nomor ini tidak disave di daftar kontak di smartphone Anda, maka akan tidak bisa mendapatkan broadcast._
Tidak ada komentar:
Posting Komentar